“Hanya foto Yesus ini yang menemani saya setiap hari. Saya tidak punya siapa-siapa lagi disini”, ucap Ama Ida (65 tahun) dengan mata berkaca-kaca.
Ama Ida paksakan tubuh rentanya jalan dengan perut kosong demi jual pisang keliling desa. Dia hidup sebatang kara, jadi tak bisa bergantung pada siapapun termasuk urusan perut.
Sepanjang perjalanan, Ama Ida beberapa kali berhenti istirahat akibat kelelahan. Sakit lambung membuatnya tidak kuat lagi beraktivitas berat. Tapi jika tidak jualan, dia tidak akan bisa makan karena cadangan berasnya habis..
“Pisangnya buk, mbak pisangnya..pisangnya mari dibeli”, ucap Ama Ida saat menjajakan dagangannya.
Banyak yang menawar dagangan Ama dengan harga sangat murah, padahal dia sudah jual rugi karena kalau tidak segera laku, pisangnya akan busuk. Pas-pasan? Tidak. Hidup Ama Ida jauh dari kata layak.
Penghasilannya tidak menentu per bulan, dapat Rp 200 ribu per bulan terbilang sangat beruntung untuknya. Alhasil, Ama tidak bisa berobat dan menebus obat untuk lambungnya. Dulu Ama jualan sayur keliling, naas banyak yang menghutang jualannya akhirnya ama harus mengalami kebangkrutan dan tak bisa jualan lagi.
Di rumah yang Ama tempati saat ini adalah milik kakaknya yang sudah meninggal. Suami Ama Ida meninggalkan ama pergi dengan perempuan lain entah kemana, sedangkan dua anaknya tidak pernah menjenguknya.
Ama hanya bisa menangis jika mengingat kenangan dengan orang tua, saudara-saudara yang sudah meninggal. Kadang Ama juga merindukan anak-anaknya.
Ama sekarang hidup kesepian, kalau sakit harus berusaha sendiri. Ama mudah kecapekan lelah dan asam lambungnya naik. Miris beliau hanya bisa meringis saat tubuhnya sakit sakit.
Mari doakan Ama Ida sekaligus beri persembahan terbaik untuknya. Kamu bisa jadi perpanjangan tangan Tuhan dengan cara:
Selain mendoakan dan berdonasi, kamu juga bisa membagikan halaman galang dana ini agar semakin banyak yang menolong Ama Ida.
Belum ada Fundraiser